PT. Dinamika Metamorfosa Indonesia

PT.Dinamika Metamorfosa Indonesia ( DINAMOF ) was established in Jakarta Indonesia .

PT. Myindo Cyber Media

MyIndo proud its self in giving the best Information Technology Solution to application development, web-based system and security.

Universitas Nasional

Universitas Nasional (selanjutnya disebut UNAS) adalah Perguruan Tinggi Swasta (PTS) tertua di Jakarta dan kedua tertua di Indonesia.

Support By Windows - Outlook

Private Member Mail Group

D O T.TK

The Best Free Domain in The World

Senin, 31 Januari 2011

HPP (COGS) usaha dagang (Trading)

Digg this
Sekarang kita memasuki Harga Pokok Penjulana (COGS) untuk Usaha Dagang (Trading). Di artikel ini akan dibahas mengenai alur, jurnal, perhitungan, dan pelaporan Harga Pokok Penjualan (COGS). Inventory Valuation akan menjadi salah satu topic penting. Kajian perpajakan terkait dengan COGS akan menjadi penutup artikel ini.


Seperti telah disebutkan pada artikel sebelumnya: Harga Pokok Penjualan (COGS) – Basic, bahwa untuk usah dagang (trading), entah itu wholesaler maupun retailer, perhitungan harga pokok penjualannya lebih sederhana dibandingkan dengan usaha manufaktur (Industry), namun demikian usaha dagang memiliki characteristic yang khas, antara lain :

[-]. Tidak menggunakan mesin produksi, oleh karenanya tidak akan ada depreciation cost atas mesin. Mungkin ada depreciation cost atas peralatan. Misal : peralatan vacuum untuk packing.

[-]. Tidak ada Tenaga Kerja Langsung (Direct Labor Cost), jikapun ada tenaga kerja yang terlibat dalam membawa barang tersebut menjadi siap untuk dijual, cost-nya sulit untuk dialokasikan sebagai Upah Tenaga Kerja Langsung (Direct Labor Cost), oleh karenanya upah tenaga kerja seperti ini biasanya dibebankan sebagai bagian dari “Overhead Cost” i.e.: Ongkos packing.

[-]. Cost perusahaan dagang siklusnya lebih pendek.

[-]. Menjadi masalah tersendiri bagi perusahaan dagang yang menjual barang yang relative sama dalam jenis, ukuran dan kwalitas, oleh karenanya diperlukan penerapan methode tertentu untuk menilai barang persediaannya (Inventory Valuation) yang tentunya juga akan berpengaruh langsung terhadap pembebanan inventory cost-nya.


Struktur Harga Pokok Penjualan (COGS) Usaha Dagang

Harga Pokok Penjualan usaha dagang terdiri dari 2 kelompok besar yaitu: Persediaan Barang (Inventory ) dan Overhead saja.

A. Inventory :

Adalah persediaan barang dagangan yang diperoleh dari sisa persediaan periode sebelumnya yang dalam akuntansi kita sebut sebagai saldo awal persediaan (opening balance) ditambah dengan pembelian pada periode yang sama, dikurangi dengan sisa persediaan di akhir periode (Saldo Akhir = Closing Balance), itulah inventory Cost yang dibebankan sebagai Harga Pokok Penjualan.

Jika kita konstruksi,maka struktur lengkap inventory-nya akan seperti dibawah ini:

A.1. Opening Balance

A.2. Purchase:
A.2.a. Purchase
A.2.b. Freight In
A.2.c. Discount
A.2.d. Return

A.3. Sales

A.4. Closing Balance


B. Overhead:

Elemen HPP (COGS) usaha dagang yang kedua adalah overhead, yaitu cost yang berpengaruh secara tidak langsung terhadap harga pokok penjualan, berikut adalah overhead cost yang biasa muncul pada usaha dagang:

B.1. Packing
B.2. Warehousing
B.3. Freight Out

Akumulasi semua element cost diatas itulah Total Harga Pokok Penjualan usaha dagang.

Detail dari masing-masing elemen di atas akan kita bahas pada sub-topic berikut ini.


Alur, Siklus Transaksi dan Jurnalnya

Seperti telah disampaikan sebelumnya bahwa elemen COGS perusahaan dagang terdiri dari kelompok besar yaitu: Inventory dan Overhead Cost.

Alur dan siklus Transaksi Inventory Cost:

Setiap proses akuntansi yang terkait dengan Neraca selalu berawal dari: Neraca berupa saldo awal (Opening Balance), dilanjutkan dengan Current Activities (Transaksi Debit [minus] Transaksi Credit), yang pada akhirnya akan bermuara ke Neraca kembali berupa saldo akhir (Closing Balance).

Demikian halnya dengan Inventory, Inventory adalah bagian dari Neraca. Maka alur inventory juga berawal dari saldo awal inventory, selanjutnya:

Jika terjadi pembelian barang dagangan, maka saldo inventory akan bertambah juga.

Jurnalnya:

[Debit]. Inventory à Menambah saldo inventory di Neraca
[Credit]. Cash / Utang à Mengurangi saldo Kas di Neraca

Dan jika terjadi penjualan barang dagangan , maka saldo inventory akan berkurang. Pada saat terjadi penjualan inilah Inventory Cost diakui:

Jurnalnya:

[Debit]. Cost of Goods Sold à Menambah Saldo COGS di Laba Rugi
[Credit]. Inventory à Mengurangi saldo Inventory di Neraca

Catatan: COGS adalah cost yang akan menjadi faktor pengurang Laba, seperti kita ketahui Laba adalah element Neraca. Berkurangnya inventory pada aktiva di seimbangkan oleh berkurangnya laba pada pasiva. Sehingga Neraca akan tetap dalam kondisi balance.

Karena ini transaksi penjualan, maka penjualan diakui di saat yang sama

Jurnalnya:

[Debit]. Cash/Piutang à Menambah Saldo Cash atau Piutang di Neraca
[Credit]. Sales à Menambah saldo penjualan di Laba Rugi

Catatan: Sales adalah revenue yang akan menjadi faktor penambah Laba, Laba adalah element Neraca. Berkurangnya Cash/Piutang pada aktiva di seimbangkan oleh bertambahnya laba pada pasiva.

Jika kita gambarkan dalam bentuk diagram, maka alur transaksi harga pokok penjualan akan menjadi seperti dibawah ini:



Perhitungan COGS Usaha Dagang

Perhitungan Harga Pokok Penjualan usaha dagang sederhana saja :

HPP (COGS) = Inventory Cost + Overhead

Inventory Cost :
Opening Balance + Purchase - Closing Balance

Purchase:
Purchase + Freight In – Discount - Return


Case:

UD. Sinar Kasih, pedagang kain di Pasar Tanah Abang , pada tanggal 01 Maret memiliki persediaan kain dengan nilai Rp 1,000,000,- Selama bulan Maret UD. Sinar Kasih, untuk bisa melayani semua pesanan dan penjualan, UD Sinar Kasih membeli kain dari Bandung senilai Rp 48,000,000 ditambah ongkos kirim sebanyak Rp 1,000,000. Selama bulan Maret UD Sinar kasih berhasil melakukan penjualan sebesar Rp 65,000,000. pada tanggal 31 Maret UD. Sinar Kasih membayar Listrik Rp 350,000, PAM Rp 50,000, Sewa toko Rp 10,000,000, Gaji pegawai toko Rp 800,000 dan ongkos kirim barang ke pelanggan sebesar Rp 500,000. Setelah dihitung fisik kainnya, diketahui saldo akhir persediaan kain adalah Rp 300,000 saja.

Problems:

[1]. Berapa Harga Pokok Penjualan UD Sinar Kasih untuk periode Maret?
[2]. Berapa Laba Kotor UD. Sinar Kasih untuk Maret?


Solving:

[1]. Harga Pokok Penjualan:

HPP = Inventory Cost + Overhead

Inventory Cost = Opening Balance + Purchase – Closing Balance
Inventory Cost = 1,000,000 + (48,000,000+1,000,000) – 300,000
Inventory Cost = 49,700,000

Overhead Cost :
Apakah listrik termasuk? Tidak karena berapapun jumlah transaksi biaya listrik tetap
Apakah PAM termasuk? Tidak
Sewa Toko termasuk? Tidak
Gaji pegawai toko termasuk? Tidak
Ongkos kirim kain ke pelanggan? Termasuk, Rp 500,000

Overhead Cost = Rp 500,000

Harga Pokok Penjualan = Rp 49,700,000 + 500,000 = Rp 50,200,000

[2]. Laba Kotor : Sales – Harga Pokok Penjualan

Laba Kotor = Rp 65,000,000 – 50,200,000 = Rp 14,800,000,-

Mudah bukan?

Begitulah typically contoh kasus yang biasa kita jumpai, semudah itu.

Pernahkah berpikir: Darimana Saldo Akhir persediaan sebesar Rp 300,000 ribu di atas diperoleh?. Ini kuncinya!


Inventory Valuation & Penentuan COGS

Menilai persediaan barang gampang-gampang susah.

Gampangnya?
Kalau barang tersebut sifatnya unique (berbeda antara barang yang satu dengan yang lainnya, dari: harganya, ukuran, kwalitas, warna, unit price) tentu mudah untuk kita manage, apalagi jika barangnya sedikit. Tinggal pasang sticker/hanging tag pada masing-masing barang (per batch), isi specification & unit price di masing-masing sticker. Trus di akhir periode lakukan PHYSICAL COUNT…. Bang ! dapat sudah. Itu namanya menggunakan PHYSICAL COUNT METHOD.
Susahnya?

Bagaimana jika barangnya tunggal, dan tidak unique, fisiknya semua sama, warna sama, bentuk sama, ukuran sama, kwalitas juga sama atau relative sama, yang dijual barang itu-itu saja dari periode ke periode, tetapi harga belinya variatif, beda-beda, harga jualpun beda-beda tentunya. Bagaimana menghitungnya? Begaimana menentukan Inventory-nya, Bagaimana menentukan Inventory Cost-nya?. Bukankah harga beli diketahui, seharusnya bisa menentukan berapa inventory costnya. Tetapi kadang-kadang sisa barang 2 hari yang lalu harganya Rp 5/biji sebanyak 5 biji, trus tadi beli sebanyak 10 biji harganya Rp 6, sementara tadi laku 11 biji. Trus harga pokoknya dihitung berapa? Rp 5/biji atau Rp 6 per biji?.

Okay, kita punya 3 pilihan methode untuk menentukan Harga Pokok sekaligus nilai persediaan di akhir periode nanti, yaitu:

[1]. Average Method
[2]. FIFO Method
[3]. LIFO Method

Case:
UD. Cahaya Murni adalah toko yang menjual gula tebu. Pada tanggal 01 Maret diketahui Jumlah persediaan sebanyak 100 Kg, dengan nilai Rp 300,000. Dan dari buku catatan nampak transaksi seperti dibawah ini:

Jika kita summarize maka menjadi:

Problem:

Berapa Inventory Cost UD. Cahaya Murni di akhir periode Maret?
Berapa Nilai Persediaan UD. Cahaya Murni di akhir periode Maret?
Berapa Laba Kotor UD. Cahaya Murni jika tidak ada Overhead Cost?

Seperti saya sebutkan di atas, bahwa persediaan type ini dapat kita ukur hitung dengan menggunakan 3 methode. Kita akan coba hitung dengan menggunakan masing-masing methode di atas:


[1]. Metode Rata-rata (Average Method)

Harga Pokok (Inventory Cost) Barang yang terjual per unit-nya ditentukan dengan menjumlahkan saldo awal dengan nilai pembelian, lalu dibagi dengan Quantity saldo akhir ditambah dengan Quantity barang yang dibeli. Formulasinya:

HPP/Unit = (Rp Saldo awal + Rp Pembelian) : (Qty Saldo Awal + Qty pembelian)

Total HPP terjual = HPP/Unit x Qty terjual

Saldo Akhir = Saldo Awal + Pembelian - Penjualan

Pada contoh kasus di atas:

HPP/Unit penjualan 01-Mar:

HPP/Unit = (Rp 300,000+0) : (100+0)
HPP/Unit = Rp 300,000 : 100 = Rp 3,000,-

Total HPP terjual = Rp 3,000 x 40 = Rp 120,000

Saldo Akhir = Rp 300,000 + 0 – 120,000 = Rp 180,000

Demikian setrusnya hingga akhir periode.

Jika saya teruskan semua transaksi maka tabelnya akan seperti dibawah ini:

Catatan : Perhatikan summary
COGS = Rp 396,565
Closing Balance = Rp 206,435

Kita uji dengan rumus:
Closing Balance = Opening Balance + Purchase - COGS
Closing Balance = 300,000 + 303,000 - 396,565
Closing Balance = Rp 206,435,-


[2]. FIFO Method

FIFO acronym dari “First In First Out” maksudnya, barang yang masuk duluanlah yang dijual terlebih dahulu.

Transaksi 1 Maret:
Karena barang yang ada hanya saldo awal 100 kg, maka yang dijual sebanyak 40 kg menggunakan unit cost saldo awalnya = 300,000 : 100 = Rp 3,000
Total HPP 1 Maret = Rp 3,000 x 40 kg = Rp 120,000
Closing Balance = Rp 300,000 – 120,000 = Rp 180,000

Transaksi 10 Mar:
Pembelian 30 kg seharga Rp 3,100/kg, total pembelian = Rp 93,000,-
Terjual 65 kg, menggunakan unit cost yang mana?
Karena tanggal 1 Mar sudah laku 40 kg, maka sisa barang yang menggunakan unit price sebelumnya tinggal 60 kg, tidak cukup untuk menutup penjualan yang 65 kg, maka:
60 kg menggunakan unit price Rp 3,000
5 kg menggunakan unit price Rp 3,100

Total HPP 10 Maret:
60 x 3,000 = 180,000
5 x 3,100 = 15,500
----------------------- (+)
Total HPP = 195,500,-
Jika dimasukkan ke dalam table maka akan menjadi seperti dibawah ini:


Catatan : Perhatikan juga summary
Jika mau uji, silahkan gunakan formula COGS seperti yang saya lakukan di average method.

[3]. LIFO Method

LIFO stand for “Last In First Out”. Maksudnya “Barang yang masuk belakangan dijual terlebih dahulu”. Kedengarannya aneh. Memang aneh karena cara ini akan membuat HPP menjadi tidak realistic. Pikirkan, cost yang dibebankan menggunakan cost dari pembelian terakhir, tanpa memperhitungkan adanya kemungkinan barang yang terjual tercampur antara persediaan yang menggunakan harga lama ditambah dengan barang baru dengan harga baru. Di negara luar (misalnya USA) methode ini sangat tidak dianjurkan, bahkan dianggap praktek illegal, jikapun ada yang mengguanakan methode ini, maka akan diawasi sangat ketat oleh pemerintahnya.

Ok, kita coba hitung dengan methode ini seperti apa hasilnya?

Transaksi tanggal 01 maret bisa kita ketahui hasilnya akan sama dengan methode yang lainnya, so tidak perlu kita coba.

Langsung ke transaksi tanggal 10 Maret:

Saldo awal 60 kg dengan unit cost 3,000
Pembelian 30 kg seharga Rp 3,100/kg, total pembelian = Rp 93,000,-
Terjual 65 kg, menggunakan unit cost yang mana?

Sesuai konsepnya: Last In First Out, maka:
30 kg x Rp 3,100 = 93,000
35 kg x Rp 3,000 = 105,000
---------------------------- (+)
Total HPP = 198,000,-

Tabelnya menjadi seperti ini:
Catatan: Perhatikan juga summary-nya


Kesimpulan :

Menggunakan masing-masing method di atas hasilnya (perhatikan summary di masing-masing tabel):

Opening Balance tetap sama :
Qty = 100 kg, Rp 300,000

Purchase tetap sama :
Qty = 95 kg, Rp 303,000

COGS quantity sama 135 kg, tapi value-nya berbeda:
Average = 396,565
FIFO = 393,000
LIFO = 398,000

Closing Balance, Qty sama 65 kg, tetapi value berbeda-beda:
Average = 206,435
FIFO = 210,000
LIFO = 205,000


Kajian Perpajakan

COGS atau Harga Pokok Penjualan adalah vital dalam perhitungan pajak, tinggi rendahnya PPh sangat dipengaruhi oleh Harga Pokok Penjualan. Untuk nilai penjualan yang sama, semakin tinggi Harga Pokok Penjualannya, maka semakin rendahlah labanya, sudah tentu pajaknya juga akan makin rendah, and vice versa.

Hal-hal yang perlu diperhatikan:

[1]. Freight: freight adalah elemen COGS, pengakuan biaya freight harus sesuai.

[2]. Discount & Return atas pembelian :

Perhitungkanlah discount dengan semestinya. Lupa memperhitungkan discount akan mengakibatkan pembebanan COGS menjadi lebih besar dari yang seharusnya, jika tidak ketahuan oleh Ditjend pajak, tentu itu bagus, artinya COGS lebih tinggi, artinya laba lebih rendah, pajak lebih rendah. Tetapi jika ketahuan, maka ini akan menjadi koreksi saat pemeriksaan.


[3]. Metode Penentuan HPP & Inventory Valuation.

Jika kita perhatikan dari kesimpulan di atas, jelas bisa kita lihat bahwa menggunakan LIFO method akan menghasilkan COGS paling tinggi. Mengapa? Karena trend harga pembelian terus meningkat. Ingat konsep LIFO, unit cost yang dipakai sebagai dasar penghitung HPP adalah harga pembelian yang the most recent (terkini?). Kita tahu di negara kita tercinta ini Inflasi cenderung meningkat dari bulan ke bulan and tahun ke tahun. Kejadian harga turun adalah langka. Menggunakan LIFO method akan menghasilkan PPh paling rendah!

COGS tertinggi berikutnya adalah “Average Method, hampir mendekati LIFO, hanya saja value yang diambil adalah nilai tengahnya.

FIFO, adalah yang paling rendah COGS-nya. Sekaligus yang paling realistic.

Apakah anda akan beralih ke LIFO?

Apapun methode yang anda gunakan boleh saja, sepanjang anda terapkan secara CONSITANT.

Apakah masih mau memakai LIFO? Untuk mengurangi PPh? Mau?.


Reveal this (anggap ini PR)!!!:

Menggunakan LIFO, disatu sisi COGS anda saat ini akan menjadi tinggi, so anggaplah PPH menjadi lebih rendah dibandingkan 2 method lainnya. Ingat formula COGS?

COGS = Saldo Awal + Purchase – Saldo Akhir

Saldo Akhir periode lalu adalah saldo awal periode sekarang, so….?
Saldo Akhir periode sekarang adalah saldo awal periode yang akan datang bukan?.

Jika COGS periode sekarang lebih tinggi, maka saldo akhir akan menjadi lebih rendah bukan?, then? Artinya saldo awal periode yang akan datang menjadi lebih rendah dari yang seharusnya bukan?. Untuk purchase yang sama, COGS yang sama, tetapi saldo awalnya lebih rendah dari yang seharusnya, apakah yang akan terjadi?, COGS jadi lebih rendah juga!. So? COGS sekarang memang lebih tinggi, tetapi tahun depan?. Lebih rendah dari yang seharusnya bukan? Bukan? Perlu pengujian yang lebih jauh dan detail. Ada yang berminat untuk mengotak-atiknya selepas kerja? Daripada nonton sinetron… :P

HPP

HARGA POKOK PRODUKSI – COST OF GOODS SOLD  untuk perusahaan manufaktur.

Perlu diketahui, mengenai Harga Pokok Penjualan untuk perusahaan manufaktur, scoop-nya sangat luas, meng-cover semua cost accounting (Akuntansi Biaya) mulai dari awal siklus hingga terbentuknya harga pokok penjualan. Obviously saya akan post di sini secara bertahap (baca: serial), jika tidak maka satu artikel mengenai harga pokok penjualan saja bisa menjadi giga article, yang page loadnya mungkin akan sangat lama. Tetapi jangan khawatir, kita akan lewati itu semua pelan-pelan, kita bahas satu persatu, bertahap tentunya.

Pada kesempatan kali ini kita akan bahas basicnya dahulu. Jangan under-estimate dahulu, basic is always the heart of the whole knowledge. Tanpa penguasaan dasar-dasarnya, saya khawatir akan membuat kebingungan (bahkan tersesat) ditengah jalan nanti.

Bagi rekan-rekan yang kebetulan saat ini sedang bekerja di perusahaan yang tanpa aktifitas produksi (non-manufacturer), mungkin perusahaan dagang, jasa, atau bahkan di koperasi, yayasan, LSM (NGO) atau bentuk organisasi nir-laba (non-profit organization), saya bisa mengerti jika anda tidak terlalu tertarik dengan topic ini. Tetapi saya ingin argue anda untuk tetap mengikutinya, kenapa?

Sebagai orang accounting (apalagi sarjana akuntansi), sungguh lucu jika anda tidak menguasai cost accounting (akuntansi biaya). Akuntansi biaya hampir mendominasi seluruh masalah di dalam akuntansi. Lagipula puncak career dari accounting adalah menjadi seorang CFO (Chief Financial Officer), atau mungkin menjadi partner di accounting firm (KAP), dan untuk mencapai jenjang itu harus menguasai semua masalah accounting (the whole circumstances and its all miscellaneous). Hanya karena saat ini anda tidak bekerja di perusahaan manufaktur (mungkin anda tidak akan pernah ingin bekerja di pabrik) trus anda jadi tidak menguasai cost accounting? “a-a, that is not cool”.

“Saya cuma pengen jadi konsultan pajak, asal saya menguasai akuntansi in general plus rajin-rajin mengikuti update peraturan/UU perpajakan, beres sudah”

Oh ya?, tahukah anda bahwa anak-anak STAN yang nota bena-nya calon pegawai pajak-pun mendalami cost accounting. Bagaimana bisa melakukaan assessment (pemeriksaan) pajak jika tidak menguasai cost accounting which is bagian terpenting dari aktivitas usaha manufaktur.

Sedikit mengenai perkembangan dunia konsultasi pajak (walaupun saya bukan konsultan pajak), dahulu, di era tahun 2000 ke bawah, iya konsultan pajak cukup menguasai undang-undang dan tehnis pelaksanaan perpajakan, bisa setting pajak menjadi lebih kecil. Iya sudah cukup ampuh, bahkan tidak sedikit yang berhasil creating wealth dari sana. Tetapi di tahun 2001 kebelakang ini, hmmm… sepertinya sudah tidak semudah itu lagi. Perpajakan semakin transparent, ruang seperti dulu makin sempit. So, konsultan yang dibutuhkan di era sekarang dan seterusnya adalah konsultan yang bisa membuat usaha menjadi effisien lebih profitable dan menguasai perpajakan in the same time. Masalah pajak bagaimana?, itu sudah ada aturannya, tidak perlu trick untuk itu, anda tidak perlu jadi ahli pajak untuk bisa mengikuti aturan perpajakan. Jikapun mengelami proses pemeriksaan pajak yang berliku-liku proposed or un-proposed), toh pada akhirnya yang berlaku adalah substansi hukum pajaknya. Bukan trick-trick-nya, bukan brabe-nya, bukan juga black mailing-nya. Setidaknya itulah point view saya.

Ok, saya rasa cukup preamble -nya, sekarang kita ke topic-nya.


Harga Pokok Produksi (Manufacturing/Production Cost)

Ada 3 (tiga) hal yang obviously membedakan HPP (COGS) manufaktur dengan bentuk-bentuk usaha lainnya, antara lain:

[-]. Adanya “Bahan Baku” (Raw Material) yang di dalamnya termasuk juga bahan penolong atau bahan pembantu atau apalah istilahnya lagi.

[-]. Adanya “Barang Dalam Proses” (Work In Process).

[-]. "Tenaga Kerja Langsung" (Direct Labor) biasanya dapat dibebankan dengan sempurna

[-]. Adanya Depreciation Cost atas penggunaan mesin dan peralatan produksi lainnya yang masuk dalam kelompok Overhead Cost/Indirect Cost.

Akumulasi dari ke-empat elemen cost tadi disebut dengan harga pokok produksi (Manufacturing Cost/Production Cost).

A question: “Mengapa Inventory tidak termasuk ke dalam harga pokok produksi?

Inventory atau persediaan barang jadi (merchandize) adalah persediaan yang sudah tidak melalui proses produksi lagi, tidak melalui pengolahan lagi. Artinya, pada saat persediaan diakui sebagai persediaan barang jadi (inventory), maka sudah tidak diperlukan penglohan lagi Jikapun barang masih harus melalui proses pengemasan (packaging), proses tersebut tidaklah membuat barang jadi menjadi bertambah (meningkat) fungsionalnya. Artinya, tanpa dikemaspun sesungguhnya barang tersebut sudah dapat berfungsi sebagaimana yang seharusnya.

Misalnya: Barang jadi sepatu, tanpa di masukkan ke delam carton box, sepatu sudah befungsi sebagmana layaknya fungsi sepatu.

Bagaimana dengan bottling & pengalengan?

Bottling ataupun pengelengan dan proses-proses pengemasan lain untuk barang yang tidak wajar dijual dalam keadaan tidak terbungkus, maka proses packaging maupun bahan packing-nya digolongankan kedalam bahan baku.

Misalnya: Beer.

Botol maupun proses memasukkan cairan beer ke dalam botolnya hingga botolnya di tutup, adalah direct cost bukan indirect cost. Sedangkan carton box dan proses memasukkan botol beer ke dalam carton box hingga carton box di seal-tape, adalah indirect cost.

Dari penjelasan di atas maka production cost dapat dihitung dengan menjumlahkan ke-empat unsur cost diatas:

Harga Pokok Produksi (Production/Manufacturing Cost):

Raw Material Usage+Work In Process Usage+ Direct Labour Cost+Overhead Cost

dimana :

* Raw Material Usage dihitung dengan :
Opening Balance + Purchase – Closing Balance

* Work In Process dihitung dengan:
Opening Balance – Closing Balance

* Direct Labor Cost = Upah buruh dan tenaga kerja harian di produksi

*Over Head Cost : Indirect cost yang terkait dengan production activity.


Kaitan Harga Pokok Produksi dengan Harga Pokok Penjualan

Harga Pokok Penjualan :

Inventory Usage + Production Cost

So, production cost adalah salah satu elemen dari Harga Pokok Penjualan usaha manufaktur.

Catatan :

Proses pembentukan harga pokok produksi dan harga pokok penjualan pada perusahaan manufactur mengalami transformasi seiring dengan proses pembentukan barang (product), ada siklusnya. Disinilah biasanya cost accounting menjadi bagian yang sulit untuk dipahami. Nanti akan kita bahas di posting-posting berikutnya.

mencari HPP dan pengertian biaya

mencari harga pokok produksi

Laporan yang disajikan dalam akuntansi biaya juga dapat digunakan sebagai alat untuk membandingkan hasil yang dicapai dengan standard dari budget yang dibuat sebelumnya. Hal ini dapat berhasil apabila pengawasan terhadap biaya dilakukan dengan perencanaan biaya yang tepat dalam setiap kegiatan, sehingga kegagalan-kegagalan atau kurang efisiennya suatu pekerjaan dapat dihindari
Menurut Mulyadi:
Akuntansi biaya merupakan proses pencatatan, penggolongan, peringkasan dan penyajian biaya pembuatan dan penjualan produk atau jasa, dengan cara tertentu, serta penafsiran terhadapnya (Mulyadi, 2002 : 6)
Pendapat mengenai akuntansi biaya menurut Supriyono,adalah
Alat manajemen dalam memonitor dan merekam transaksi biaya secara sistematis, serta menyajikan informasi biaya dalam bentuk laporan biaya (Supriyono, 1999 : 12).
Menurut Abdul Halim, Akuntansi Biaya adalah
Akuntansi yang membicarakan tentang penentuan harga pokok (cost) dari “ sesuatu produk “ yang diproduksi (atau dijual di pasar) baik untuk memenuhi pesanan dari pemesan maupun untuk menjadi persediaan barang dagangan yang akan dijual (Halim, 1996 : 3)
Berdasarkan definisi–definisi di atas, maka penulis menarik kesimpulan bahwa akuntansi biaya sangat penting artinya bagi manajemen dalam mengelola perusahaan yang mereka pimpin, sebab akuntansi biaya merupakan alat untuk pengawasan dan bila mungkin menekan biaya produksi yang bertujuan untuk menentukan harga pokok produksi barang/jasa secara teliti dalam suatu periode tertentu.
Beberapa tujuan lain dari akuntansi biaya, adalah :
1. Pengendalian biaya, akuntansi biaya menyajikan informasi biaya yang diperkirakan akan terjadi dengan biaya yang sesungguhnya terjadi dan kemudian menyajikan analisis terhadap penyimpangannya.
2. Pengambilan keputusan khusus, akuntansi biaya menyajikan biaya yang relevan dengan keputusan yang akan di ambil dan biaya yang relevan ini selalu berhubungan dengan biaya masa yang akan datang (Mulyadi, 2002 : 24).
Akuntansi Biaya dapat mencapai tujuan tentang penentuan harga pokok produk, maka akuntansi biaya mencatat, menggolongkan, dan meringkas biaya-biaya pembuatan produk atau penyerahan jasa. Biaya-biaya yang dikumpulkan disajikan adalah biaya-biaya yang telah terjadi pada masa lalu atau biaya historis. Umumnya akuntansi biaya untuk penentuan harga pokok produk ini untuk memenuhi kebutuhan pihak luar perusahaan. Oleh karena itu, untuk melayani kebutuhan pihak luar tersebut, akuntansi biaya untuk penentuan harga pokok produk tunduk pada prinsip-prinsip akuntansi yang yang lazim.
1. Pengertian Biaya
Perusahaan dalam melakukan aktivitasnya tidak bisa lepas dari pengorbanan sumber-sumber ekonomis atau alat-alat produksi untuk menghasilkan produk-produk yang diinginkan.
Bagi perusahaan yang bergerak di bidang produksi, istilah biaya sangat penting artinya, sebab biaya harus relevan dengan proses produksi yang sedang dibiayainya. Pada dasarnya biaya diukur dengan nilai sekarang dari sumber-sumber ekonomi yang dikorbankan untuk memperoleh barang atau jasa yang akan dipergunakan dalam aktivitas perusahaan. Barang atau jasa yang dikorbankan merupakan pengurangan atas harta atau dibebankan sebagai hutang pada saat barang atau jasa itu diperoleh.
Beberapa ahli akuntansi berpendapat mengenai pengertian biaya seperti yang dikemukakan di bawah ini :
Menurut Mulyadi :
Biaya dalam arti luas adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang di ukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Sedangkan biaya dalam arti sempit adalah pengorbanan sumber ekonomis untuk memeperoleh aktiva atau dalam istilah lain disebut dengan harga pokok (Mulyadi, 2002 : 8).
Menurut Harnanto dan Zulkifli, pengertian biaya adalah
Jasa atau manfaat suatu sumber ekonomi yang telah digunakan atau dilkeluarkan dalam rangka menciptakan pendapatan yang merupakan tujuan setiap unit usaha (Harnanto & Zulkifli, 2003 : 15).
Akuntansi Biaya memerlukan sebuah konsep dan terminologi untuk dasar pembahasan akuntansi biaya dengan tujuan supaya dapat dipakai pedoman di dalam penyusunan laporan biaya. Beberapa konsep dan terminologi tersebut adalah :
1) Harga Perolehan atau harga Pokok (Cost)
Harga perolehan atau harga pokok adalah jumlah yang dapat diukur dalam satuan uang, dalam bentuk :
- Kas yang dibayarkan , atau
- Nialai aktiva lainnya yang diserahkan / dikorbankan ,atau
- Nilai jasa yang diserahkan/dikorbankan, atau
- Hutang yang timbul, atau
- Tambahan modal
Dalam rangka pemilikan barang dan jasa yang diperlukan perusahaan , baik pada masa lalu (harga perolehan yang telah terjadi) maupun pada masa yang akan datang (harga perolehan yang akan terjadi).
2) Biaya (expenses)
Biaya adalah harga perolehan yang dikorbankan atau digunakan dalam rangka memperoleh penghasilan (revenue) dan akan dipakai sebagai pengurang penghasilan .Biaya digolongkan ke dalam harga pokok penjualan, biaya penjualan, biaya administrasi dan umum, biaya bunga dan biaya pajak perseroan.
3) Penghasilan (Revenues)
Penghasilan adalah jumlah yang dapat diukur dalam satuan uang dalam bentuk :
- Kas yang diterima, atau
- Piutang yang timbul, atau
- Nilai aktiva lainnya yang diterima ,atau
- Nilai jasa yang diterima, atau
- Pengurangan hutang, atau
- Pengurangan modal
- Dalam rangka penjualan barang dagangan , produk atau jasa yang dilakukan oleh perusahaan kepada pihak lain.
4) Rugi dan laba (Profit and loss)
Rugi dan laba adalah hasil dari proses mempertemukan secara wajar antara semua penghasilan dengan semua biaya dalam periode akuntansi yang sama. Apabila semua penghasilan lebih besar dibanding biaya , maka selisihnya adalah laba bersih.Apabila penghasilan lebih kecil dibandingkan dengan semua biaya, selisihnya rugi bersih.
5) Rugi (Losses)
Rugi adalah berkurangnya aktiva atau kekayaan perusahaan yang bukan pengambilan modal oleh pemilik, di mana tidak ada manfaat uyang diperoleh dari berkurangnya aktiva.
(Supriyono, 1999 : 16)
2. Penggolongan Biaya Produksi
Penggolongan adalah proses mengelompokkan secara sitematis atas keseluruhan elemen yang ada ke dalam golongan-golongan ternetu yang lebih ringkas untuk dapat memberikan informasi lebih punya arti atau lebih penting.
Akuntansi biaya bertujuan untuk menyajikan informasi biaya yang akan digunakan untuk berbagai tujuan, dalam menggolongkan biaya harus disesuaikan dengan tujuan dari informasi biaya yang akan disajikan. Oleh karena itu dalam penggolongan biaya tergantung untuk apa biaya tersebut digolongkan, untuk tujan yang berbeda diperlukan cara penggolongan yang berbeda pula, atau tidak ada satu cara penggolongan biaya yang dapat dipakai untuk semua tujuan menyajikan informasi biaya.
Penggolongan biaya menurut fungsi pokok perusahaan ada empat fungsi yang utama, yaitu ;
a) fungsi produksi, adalah fungsi yang berhubungan dengan kegiatan pengolahan bahan baku menjadi produk selesaiyang siap untuk dijual
b) fungsi pemasaran, adalah fungsi yang berhubungan dengan kegiatan penjualan produk selesai yang siap dijual dengan cara yang memuaskan pembeli dan dapat memperoleh laba sesuai yang diinginkan perusahaan samapai dengan pengumpulan kas dari hasil penjualan.
c) fungsi administrasi dan umum, adalah fungsi yang berhubungan dengan kegiatan penentuan kebijaksanaan, pengarahan, dan pengawasan kegiatan perusahaan secara keseluruhan agar dapat berhasil guna (efektif) dan berdaya guna (efisien). Kegiatan fungsi ini berhubungan dengan fungsi pokok perusahaan yang lain, tetapi manfaatnya tidak dapat diidentifikasikan langsung pada fungsi lain tersebut.
d) fungsi keuangan, adalah fungsi yang berhubungan dengan kegiatan keuangan atau penyediaan dana yang diperlukan perusahaan. Fungsi ini tidak begitu penting, jika dana yang ada dalam perusahaan telah dapat terpenuhi.
(Supriyono, 1999 : 18)
Atas dasar fungsi tersebut di atas, biaya dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok biaya, yaitu :
1. Biaya produksi
Pengertian biaya produksi menurut Supriyono adalah ” semua biaya yang berhubungan dengan fungsi produksi atau kegiatan pengolahan bahan baku menjadi produk selesai ” (Supriyono, 1999 : 19)
Menurut Abdul Halim, pengertian biaya produksi adalah :
Biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan produksi dari suatu produk dan akan dipertemukan (dimatch-kan) dengan penghasilan (revenue) di periode mana produk itu dijual (Halim, 1999 : 5)
Kegiatan ekonomi yang dilakukan secara individu terutama kegiatan produksi rumah tangga, secara eksplisit tentu saja memerlukan biaya produksi, dalam hal ini mencerminkan pengeluaran nyata (aktual) yang dikeluarkan untuk memperoleh input.
Secara garis besar, biaya produksi dibagi menjadi tiga, yaitu : biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik.
a. Biaya Bahan Baku (material cost)
Biaya ini sering disebut dengan istilah biaya utama (prime cost). Bahan baku merupakan bahan yang membantu bagian menyeluruh produk jadi. Bahan baku dapat diproduksi sendiri maupun diperoleh dari pembelian. Di dalam memperoleh bahan baku pengusaha tidak hanya mengeluarkan biaya sejumlah harga beli bahan baku saja, tetapi juga mengeluarkan ongkos transportasi
Menurut prinsip akuntansi yang lazim, semua biaya yang terjadi untuk memperoleh bahan baku dan untuk menempatkan dalam keadaan siap untuk diproduksi, merupakan unsur harga pokok bahan baku yang dibeli. Harga pokok bahan baku tersebut terdiri dari harga beli ditambah dengan biaya–biaya pembelian dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menyiapkan bahan baku sampai dalam keadaan siap untuk diolah (Mulyadi, 2002 : 301).
Bahan baku yang digunakan untuk proses produksi yang terdiri dari dua macam, yaitu bahan baku langsung (direct material) dan bahan baku tidak langsung (indirect material). Bahan baku langsung adalah bahan baku yang secara langsung berperan dalam proses produksi dan mempunyai hubungan yang erat dengan jumlah produk yang dihasilkan. Bahan baku tidak langsung adalah bahan baku yang secara tidak langsung ikut berperan dalam proses produksi.
Anggaran bahan baku merencanakan kebutuhan dan penggunaan bahan baku langsung, sedangkan kebutuhan bahan baku tidak langsung akan direncanakan dalam anggaran biaya overhead pabrik.
Berdasarkan uraian diatas, bahwa anggaran bahan baku adalah semua anggaran yang berhubungan dengan perencanaan secara lebih terperinci mengenai penggunaan bahan baku untuk proses produksi selama periode yang akan datang.
b. Biaya Tenaga Kerja
Seperti halnya bahan baku, tenaga kerja yang bekerja di pabrik juga dikelompokkan menjadi tenaga kerja langsung dan tenaga kerja tidak langsung.
Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang secara langsung berperan dalam proses produksi. Sedangkan tenaga kerja tidak langsung adalah tenaga kerja yang secara tidak langsung berperan dalam proses produksi dan biayanya dikaitkan pada biaya overhead pabrik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa anggaran tenaga kerja adalah anggaran yang merencanakan secara terperinci tentang upah yang akan dibayarkan kepada tenaga kerja meliputi rencana tentang jumlah waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan satu periode produksi, tarif upah dan waktu (kapan) pengerjaannya.
Anggaran biaya tenaga kerja langsung merupakan bagian dari anggaran tenaga kerja yang secara terperinci akan memuat :
a. Jumlah barang yang diproduksi
b. Jumlah produksi yang dihasilkan
c. Bagian-bagian yang dilalui dalam proses produksi
d. Jumlah jam / hari tenaga kerja langsung setiap produksi
e. Tingkat upah rata-rata per jam/hari tenaga kerja langsung.
f. Waktu kapan upah rata-rata per jam/hari tenaga kerja langsung.
Biaya tenaga kerja merupakan salah satu dari biaya konversi, di samping biaya overhead pabrik. Yang merupakan salah satu biaya untuk mengubah bahan baku manjadi produk jasa. Sebelum lebih lanjut perlu dipahami batasan biaya tenaga kerja dan cara penggolongannya. ” tenaga kerja merupakan usaha fisik atau mental yang dikeluarkan karyawan untuk mengolah produk. Biaya tenaga kerja adalah harga yang dibebankan untuk penggunaan tenaga kerja manusia tersebut ”. (Mulyadi , 2002 : 343)
Biaya tenaga kerja untuk tujuan akuntansi di bagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu :
1) Biaya tenaga kerja langsung (direct labor), adalah balas jasa yang diberikan kepada karyawan pabrik yang manfaatnya dapat diidentifikasikan atau diikuti jejaknya pada produk tertentu yang dihasilkan perusahaan.
2) Biaya tenaga kerja tidak langsung (indirect labor), adalah balas jasa yang diberikan kepada karyawan pabrik, akan tetapi manfaatnya tidak dapat diidentifikasikan atau diikuti jejaknya pada produk tertentu yang dihasilkan perusahaan.
c. Biaya Overhead Pabrik (factory Overhead).
Biaya-biaya yang secara tidak langsung ikut berperan dalam proses produksi dimasukkan (dikelompokkan) ke dalam biaya overhead pabrik.
Biaya overhead pabrik (factory overhead cost) adalah biaya–biaya dalam pabrik yang dikeluarkan sehubungan dengan proses produksi, kecuali bahan baku langsung, dan biaya tenaga kerja langsung. Oleh karena terlalu banyaknya jenis biaya yang muncul dalam operasional pabrik, maka diperlukan perhatian khusus. Sedangkan anggaran biaya overhead pabrik adalah suatu perencanaan yang terperinci mengenai biaya-biaya tidak langsung yang dikeluarkan sehubungan dengan proses produksi selama periode yang akan datang. Terlalu besarnya biaya overhead pabrik akan memperngaruhi tingkat keuntungan yang akan diperoleh.
Biaya-biaya produksi yang termasuk dalam biaya overhead pabrik menurut sifatnya dikelompokkan menjadi beberapa golongan, antara lain :
- Biaya bahan penolong
- Biaya tenaga kerja tidak langsung
- Biaya yang timbul sebagai akibat penilaian terhadap aktiva
- Biaya yang yang timbul sebagai akibat berlalunya waktu
- Biaya overhead lain yang secara langsung memerlukan pengeluaran uang tunai (Mulyadi, 2002 : 208).
2. Biaya Pemasaran
Menurut Supriyono, “Biaya pemasaran adalah biaya dalam rangka penjualan
produk selesai sampai dengan pengumpulan piutang menjadi kas” (Supriyono, 1999 : 21).
Biaya pemasaran meliputi biaya untuk melaksanakan fungsi penjualan, fungsi penggudangan produk selesai, fungsi pengepakan dan pengiriman, fungsi advertensi, fungsi pemberian kredit dan pengumpulan piutang, dan fungsi pembuatan faktur atau administrasi penjualan.
3. Biaya administrasi dan umum
Biaya administrasi dan umum ini terjadi dalam rangka penentuan kebijaksanaan, pengarahan, dan pengwasan kegiatan perusahaan secara keseluruhan. Termasuk dalam biaya ini gaji pimpinan tertinggi perusahaan, personalia, sekretariat, akuntansi, hubungan masyarakat, keamanan dan sebagainya.
1. Pengertian Harga pokok Produksi
Harga Pokok adalah gambaran kuantitatif pengorbanan yang harus dilakukan oleh produsen pada waktu terjadinya pertukaran barang-barang atau jasa–jasa yang ditawarkannya di pasar (Winardi, 2000 : 249).
Perhitungan harga pokok produksi di mulai dengan menjumlahkan biaya-biaya produksi yang terdiri dari bahan baku langsung, buruh langsung / tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik, sehingga diperoleh total biaya yang dibebankan pada pekerjaan pada setiap periode.
Seperti yang telah dibahas di atas, bahwa untuk menghitung harga pokok secara tepat dan teliti, maka biaya yang harus dikeluarkan harus diklasifikasikan menurut aliran–aliran biaya itu sendiri. Di dalam akuntansi yang konvensional komponen harga pokok terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik.
Perhitungan biaya produksi dan perhitungan harga pokok produk dalam proses supaya bisa dianalisis kegiatannya selama periode tertentu, maka harus disusun laporan biaya produksi yang biasanya di bagi menjadi 3 (tiga) bagian :
a) Data produksi
Berisi jumlah produk dalam proses pada awal periode, jumlah produk yang telah diolah selama periode tertentu, jumlah produk selesai ditransfer ke gudang, dan produk yang masih dalam proses pada akhir periode dengan tingkat penyelesaian tertentu.
b) Biaya yang dibebankan
Memperhatikan biaya-biaya produksi yang terjadi atau yang dikeluarkan selama periode tertentu. Dalam bagian ini disajikan biaya total dan biaya pemantauan tiap-tiap elemen biaya produksi.
c) Perhitungan biaya
Memperhatikan perhitungan harga produk selesai yang ditransfer ke gudang dan biaya produk dalam proses pada akhir periode.
(Mulyadi, 2002 : 189)
Harga pokok proses merupakan cara penentuan harga pokok produk dimana biaya produksi dibebankan kepada proses selama periode tertentu. Dalam metode ini tidak ada pembedaan antara biaya langsung dan biaya tidak langsung, sedangkan biaya overhead pabrik terdiri dari biaya-biaya yang dikeluarkan atau yang terjadi didalam proses produksi yang secara tidak langsung ikut dalam membuat barang jadi, yaitu selain biaya bahan baku, biaya bahan penolong, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya tenaga kerja tidak langsung.
2. Metode pengumpulan harga pokok produksi
Pembuatan suatu produk mempunyai dua kelompok biaya, yaitu biaya produksi dan biaya non produksi. Biaya produksi merupakan biaya–biaya yang dikeluarkan dalam pengolahan bahan baku menjadi produk, sedangkan biaya non produksi merupakan biaya–biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan non produksi, seperti kegiatan pemasaran dan kegiatan administrasi dan umum. Biaya produksi membentuk harga pokok produksi, yang digunakan untuk menghitung harga pokok produk jadi dan harga pokok produk yang pada akhir periode akuntansi masih dalam proses. Biaya non produksi ditambahkan pada harga pokok produksi untuk menghitung total harga pokok produk.
Pengumpulan harga pokok produksi sangat ditentukan oleh cara produksi, menurut Mulyadi, secara garis besar cara memproduksi produk dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu :
1. Produksi atas dasar pesanan
perusahaan yang berproduksi berdasarkan pesanan, mengumpulkan harga pokok produksinya dengan menggunakan metode harga pokok pesanan (job order cost method).Dalam metode ini biaya-biaya produksi dikumpulkan untuk pesanan tertentu dan harga pokok produksi per satuan produk yang dihasilkan untuk memenuhi pesanan tersebut dihitung dengan cara membagi total biaya produksi untuk pesanan tersebut dengan jumlah satuan produk dalam pesanan yang bersangkutan.
2. Produksi massa
Perusahaan yang berproduksi massa, mengumpulkan harga pokok produksinya dengan menggunakan metode harga pokok proses (process cost method).Dalam hal ini biaya-biaya produksi dikumpulkan untuk periode tertentu dan harga pokok produksi per satuan produk yang dihasilkan dalam periode tersebut dihitung dengan cara membagi total biaya produksi untuk periode tersebut dengan jumlah satuan produk yang dihasilkan dalam periode yang bersangkutan (Mulyadi, 2002 : 18)
Berdasarkan pengertian dari kedua metode penentuan harga pokok produksi tersebut, dapat digambarkan perbedaan karakteristik antara keduanya seperti dalam tabel 1 di bawah ini :
Tabel 1.
Perbedaan antara Harga Pokok Pesanan dan Harga Pokok Proses
Segi Perbedaan
Metode Harga pokok Pesanan
Metode Harga Pokok Proses
Dasar kegiatan produksi
Pesanan langganan
Budget produksi
Tujuan produksi
Untuk melayani pesanan
Untuk persediaan yang akan dijual
Bentuk produk
Tergantung spesifikasi pemesan dan dapat dipisahkan identitasnya
Homogin dan standar
Biaya produksi dikumpulkan
Setiap pesanan
Setiap satuan waktu
Kapan biaya produksi dihitung
Pada saat suatu pesanan selesai
Pada akhir periode/satuan waktu
Menghitung harga pokok
Harga pokok pesanan tertentu
Harga pokok periode tertentu
Jumlah produk pesanan yang bersangkutan
Jumlah produk periode yang bersangkutan
Contoh perusahaan
Percetakan, kontraktor, konsultan, kantor akuntan
Semen, kertas, tekstil, petrokimia, air minum
3. Metode Perhitungan Harga Pokok produksi
Metode penentuan harga pokok produksi adalah cara memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi. Dalam memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi, terdapat dua pendekatan , yaitu pendekatan full costing dan pendekatan variable costing.
1) Full Costing
Full costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik, baik yang berperilaku variabel maupun tetap.
Harga pokok produk yang dihitung dengan pendekatan full costing terdiri dari unsur harga pokok produksi (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik variabel, dan biaya overhead pabrik tetap) ditambah dengan biaya nonproduksi (biaya pemasaran, biaya adminisrtrasi dan umum).
2) Variable Costing
Variable costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variabel ke dalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku , biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik variabel.
Harga produk yang dihitung dengan pendekatan variable costing terdiri dari unsur harga pokok produksi variabel (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik variabel) di tambah dengan biaya nonproduksi variabel (biaya pemasaran variabel dan baiaya administrasi dan umum variabel) dan biaya tetap (biaya overhead pabrik tetap, biaya pemasaran tetap, biaya administrasi dan umum tetap ).
(Mulyadi, 2002 : 18).

Sabtu, 22 Januari 2011

Perintah sudo terminal Linux

Walaupun Ubuntu sudah menyediakan package manager dalam bentuk GUI yaitu Synaptic, tidak ada salahnya kalo mempelajari versi CLI-nya yaitu apt, dpkg, dan aptitude malahan menurut ane pada kondisi tertentu seperti melihat software yang sudah terinstal, melihat dependencies, dll lebih cepat dan mudah menggunakan dalam versi CLI, berikut tutorialnya:

Masuk ke terminal :
klik Aplication - acceccoris - terminal sehingga tampil area editor  seperti gambar dibawah ini :


direktory
Masuk kedirektori...
dimaslyianz@***-desktop:~$ cd Downloads
dimaslyianz@***-desktop:~/Downloads$ 

melihat isi direktory
dimaslyianz@***-desktop:~$ cd Unduhan
dimaslyianz@***-desktop:~/Unduhan$ 
dimaslyianz@***-desktop:~/Downloads$ dir
gnokii-master.tar.gz
hplip-3.10.5.run
openSUSE_11_2_KDE4_LiveCD_i686.iso

Membuat direktory
dimaslyianz@***-desktop:~/Unduhan$ mkdir Ezone
dimaslyianz@***-desktop:~/Unduhan$ dir
Ezone  - direktory
gnokii-master.tar.gz - file berkas.
hplip-3.10.5.run
openSUSE_11_2_KDE4_LiveCD_i686.iso


Menghapus direktory
dimaslyianz@***-desktop:~/Unduhan$ rmdir Ezone
dimaslyianz@***-desktop:~/Unduhan$ dir
gnokii-master.tar.gz - file berkas.
hplip-3.10.5.run
openSUSE_11_2_KDE4_LiveCD_i686.iso
direktori Ezone telah terhapus


apt

!!!tanda # berarti harus dalam kondisi root/super user

-update database aplikasi dari server repository, sumber repository di seting pada file /etc/apt/source.list
johnedy@johnedy-desktop:~$ apt-get update

-mencari aplikasi berdasarkan database aplikasi
dimaslyianz@***-desktop:~$ apt-cache search

-download dan install aplikasi dari server repository
dimaslyianz@***-desktop:~$ apt-get install

-hanya download paket-paket yang akan disimpan di /var/cache/apt/archieves
dimaslyianz@***-desktop:~$ apt-get -d install

-melihat ketergantungan paket dan informasi aplikasi
dimaslyianz@***-desktop:~$ apt-cache show

-upgrade system ke versi terbaru
dimaslyianz@***-desktop:~$ apt-get dist-upgrade

-menghapus paket yang sudah tidak dipakai
dimaslyianz@***-desktop:~$ apt-get autoclean

-menghapus semua paket yang ada pada folder cache (/vat/cache/apt/archieves)
dimaslyianz@***-desktop:~$ apt-get clean

-uninstall aplikasi sekaligus menghapus semua file konfigurasi
dimaslyianz@***-desktop:~$ apt-get --purge remove

-memperbaiki paket-paket yang broken/konflik
dimaslyianz@***-desktop:~$ apt-get -f install

-melihat semua gkg key yang dikenali
dimaslyianz@***-desktop:~$ apt-key list

-melihat status cache
dimaslyianz@***-desktop:~$ apt-cache stats

-melihat ketergantungan paket dari suatu aplikasi baik yang belum atau sudah disinstall
dimaslyianz@***-desktop:~$ apt-cache depends

-melihat semua paket yang diinstall dalam system
dimaslyianz@***-desktop:~$ apt-cache pkgnames



dpkg

kalau apt lebih banyak berususan dengan paket-paket pada repository maka dpkg lebih banya menangani paket-paket yang sudah ada pada media penyimpanan dalam bentuk debian package (.deb), seperti berikut:

-Melihat file-file yang terdapat pada .deb
dimaslyianz@***-desktop:~$ dpkg -c

-Melihat keterangan file .deb
dimaslyianz@***-desktop:~$ dpkg -I

-Melihat informasi dari aplikasi yang sudah terinstall
dimaslyianz@***-desktop:~$ dpkg -p

-Mengetahui asal paket dari file atau folder
dimaslyianz@***-desktop:~$ dpkg -S

-Melihat paket-paket yang sudah diinstall disertai dengan informasinya
dimaslyianz@***-desktop:~$ dpkg -l

-Melihat file-file dari hasil instalasi aplikasi
dimaslyianz@***-desktop:~$ dpkg -L

-Install paket .deb
dimaslyianz@***-desktop:~$ dpkg -i

-Uninstall aplikasi
dimaslyianz@***-desktop:~$ dpkg -r

-Unistall aplikasi beserta file konfigurasinya
dimaslyianz@***-desktop:~$ dpkg -P

-ekstrak file yang ada pada paket .deb
dimaslyianz@***-desktop:~$ dpkg -x


aptitude

adalah package manager yang bisa dibilang synaptic ala cli dan gabungan dari perintah-perintah penting antara dpkg dan apt

-synaptic ala cli
dimaslyianz@***-desktop:~$ aptitude

-mencari paket
dimaslyianz@***-desktop:~$ aptitude search

-update database index aplikasi
dimaslyianz@***-desktop:~$ aptitude update

-melihat informasi aplikasi baik yg belum atau sudah diinstall
dimaslyianz@***-desktop:~$ aptitude show

-hanya download paket yg akan diletakan pada /var/cache/apt/archieves
dimaslyianz@***-desktop:~$ aptitude download

-menghapus semua paket cache (/vat/cache/apt/archieves)
dimaslyianz@***-desktop:~$ aptitude clean

-download dan install aplikasi
dimaslyianz@***-desktop:~$ aptitude install

-upgrage semua aplikasi yang ada disistem
dimaslyianz@***-desktop:~$ aptitude dist-upgrade

Get a free account @dmzismu.com