A. Penyusutan
Menurut PSAK Nomor 17, penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aktiva yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi. Besarnya penyusutan untuk periode akuntansi dibebankan ke pendapatan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Aktiva yang dapat disusutkan adalah yang:
1. Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari periode akuntansi
2. Memiliki suatu manfaat yang terbatas
3. Ditahan oleh suatu perusahaan yang digunakan dalam produksi atau memasok barang dan jasa untuk disewakan, atau untuk tujuan administrasi.
Masa manfaatnya diukur dengan periode suatu aktiva yang diharapkan digunakan oleh perusahaan atau jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan diperoleh dari aktiva oleh perusahaan.
Sedangkan jumlah yang dapat disusutkan adalah biaya perolehan suatu aktiva, atau jumlah lain yang disubtitusikan untuk biaya dalam laporan keuangan, dikurangi nilai sisanya.
Pengaturan penyusutan menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan diatur dalam pasal 11 Undang-undang No.7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terahir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994. ketentuan tersebut menegaskan bahwa penyusutan atas pengeluaran untuk embelian, pendirian, penambahan, perbaikan atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut. Dalam pengaturan penyusutan tersebut mengandung maksud persyaratan aktiva yang dapat disusutkan dan metode penyusutannya.
Persyaratan aktiva yang dapat disusutkan menurut ketentuan perpajakan meliputi:
- Harta yang dapat disusutkan adalah harta berwujud.
- Harta tersebut mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun,
- Harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
METODE PENYUSUTAN
Aktiva tetap kecuali tanah akan makin berkurang kemampuannya untuk memberikan jasa bersamaan dengan berlakunya waktu. Jumlah yang dapat disusutkan dialokasikan kesetiap periode akuntansi selama masa manfaat aktiva dengan berbagai metode yang sistematis dan diterapkan secara konsisten/taat asas, tanpa memandang tingkat profitabilitas perusahaan dan pertimbangan perpajakan, agar dapat menyediakan daya banding hasil afiliasi perusahaan dari periode penyusutan dapat dilakukan dengan berbagai metode yang dikelompokkan menurut akuntansi komersial:
1. Berdasarkan kriteria waktu
a. Metode garis lurus
b. Metode pembebanan menurun
1) Metode jumlah angka tahun
2) Metode saldo menurun/saldo menurun ganda
2. Berdasarkan kriteria penerimaan
a. Metode jam jasa
b. Metode jumlah unit produksi
3. Berdasarkan kriteria lainnya
a. Metode berdasarkan jenis dan kelompok
b. Metode anuitas
Metode penyusutan menurut Ketentuan Perundang-undangan Perpajakan sebagaimana telah diatur dalam Pasal 11 Undang – undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994:
1. Metode garis lurus (straight line metode), atau metode saldo menurun (Declining Balance Method) untuk aktiva tetap berwujud bukan bangunan.
2. Metode garis lurus untuk aktiva tetap berupa bangunan
Kelompok Harta Berwujud dan Tarif Penyusutan
Penentuan kelompok dan tarif penyusutan harta berwujud didasarkan pada pasal 11 Undang-undang No.7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor.10 Tahun 1994 sebagai berikut:
Kelompok Harta Berwujud | Masa Manfaat | Tarif Penyusutan Berdasarkan metode garis | Tarif Penyusutan Berdasarkan metode saldo lurus menurun |
I. Bukan bangunan Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 II. Bangunan Permanen Tidak permanen | 4 tahun 8 tahun 16 tahun 20 tahun 20 tahun 10 tahun | 25 % 12,50% 6,25% 5% 5% 10% | 50% 25% 12,5% 10% - - |
Untuk lebih memudahkan Wajib Pajak dan memberikan keseragaman dalam pengelompokan harta tetap berwujud, maka keluarlah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 82/KMK. 04/1995 Tanggal 7 Februari 1995 yang mengatur tentang pengelompokan jenis-jenis Harta Berwujud sebagai berikut:
Jenis-jenis Harta Berwujud yang termasuk dalam kelompok 1
NOMOR URUT | JENIS USAHA | JENIS HARTA |
1. 2. 3. | Semua Jenis Usaha Pertanian, perkebunan, kehutanan dan perikanan Industri makanan dan minuman Perhubungan, pergudangan dan komunikasi | a. Mebel dan peralatan dari kayu atau rotan termasuk meja, bangku, kursi, almari, dan sejenisnya yang bukan bagian dari bangunan. b. Mesin kantor seperti mesin ketik, mesin hitung, duplikator, mesin fotokopi, accounting machine dan sejenisnya. c. Perlengkapan lainnya seperti amplifier, video recorder, tape/cassete, televisi dan sejenisnya. d. Sepeda motor, sepeda, dan becak e. Alat perlengkapan khusus ( tools) bagi industri/jasa yang bersangkutan. f. Alat dapur untuk memasak, makanan dan minuman. g. Dies, Jigs, dan Mould. Alat yang digerakkan bukan dengan mesin Mesin ringan yang dapat dipindah-pindahkan seperti huller, pemecah kulit, penyosoh, pengering, pallet dan sejenisnya. Mobil taksi, bus dan truk yang digunakan sebagai angkutan umum. |
Jenis-jenis Harta Berwujud yang Termasuk dalam Kelompok 2
NOMOR URUT | JENIS USAHA | JENIS HARTA |
1. 2. 3. 4 5 6 7 8 | Semua jenis usaha Pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan Industri makanan dan minuman Industri mesin Perkayuan Kontruksi Perhubungan, pergudangan dan komunikasi Telekomunikasi |
Mesin yang menghasilkan /memproduksi mesin ringan, misalnya mesin jahit, pompa air. Mesin dan peralatan penebangan kayu Peralatan yang digunakan seperti truk berat, dump truk,crane buldozer dan sejenisnya
|
Jenis-jenis Harta Berwujud yang Termasuk dalam Kelompok 3
NOMOR URUT | JENIS USAHA | JENIS HARTA |
1 2 3. 4. 5. 6. 7. | Pertambangan selain minyak dan gas Pemintalan, pertenunan dan pencelupan Perkayuan Industri kimia Industri mesin Perhubungan dan komunikasi Lain-lain | Mesin yang dipakai dalam pertambangan, termasuk mesin-mesin yang mengolah produk perlikan.
Mesin yang menghasilkan/ memproduksi mesin menengah dan berat, misalnya mesin mobil, mesin kapal.
Aktiva berwujud lainnya yang tidak termasuk dalam kelompok I, II, dan IV. |
Jenis-jenis Harta Berwujud yang Termasuk dalam Kelompok 4
NOMOR URUT | JENIS USAHA | JENIS HARTA |
1. 2. | Konstruksi Perhubungan & Telekomunikasi | Mesin berat untuk konstruksi
|
Khusus untuk bangunan tidak permanen dimaksudkan adalah bangunan yang bersifat sementara dan terbuat dari bahan yang tidak tahan lama atau bangunan yang bersifat sementara dan terbuat dari bahan yang tidak tahan lama atau bangunan yang dapat dipindah-pindahkan yang masa manfaatnya tidak lebih dari 10(sepuluh) tahun, misalnya bangunan berupa barak atau asrama dari kayu.
Contoh Perhitungan Penyusutan
PT. Dmz memiliki Aktiva Tetap Berwujud yang diperolehnya tahun 1996 sebagai berikut:
No. | Jenis Harta | Tahun Perolehan | Masa Manfaat | Harga Perolehan | Kelompok |
1. 2. 3. | Mesin I Mesin II Truck | 1996 1996 1996 | 8 tahun 8 tahun 8 tahun | Rp.200.000.000 Rp.150.000.000 Rp. 70.000.000 | II II II |
Aktiva tetap tersebut disusutkan dengan menggunakan metode garis lurus (Dasar Penyusutan = Harga Perolehan), maka perhitungan penyusutan tahun 1996:
- Mesin I = 12,5% x Rp. 200.000.000 = Rp. 31.250.000
- Mesin II = 12,5% x Rp.150.000.000 =Rp. 18.750.000
- Truck = 12,5% x Rp. 70.000.000 =Rp. 8.750.000
Jumlah Penyusutan tahun 1996 Rp. 58.750.000
Penyusutan Pada Akhir Masa Manfaat
Apabila wajib pajak menggunakan metode saldo menurun, besarnya biaya penyusutan makin lama makin menurun dari tahun ke tahun.
Contoh :
PT. Ismu memiliki aktiva tetap berwujud mesin dengan harga perolehan Rp 250.000.000,- dengan masa manfaat 4 tahun, dasar penyusutannya adalah nilai buku pada awal periode. Besarnya Biaya Penyusutan selama masa manfaat terlihat pada tabel berikut :
Tahun ke | Harga Perolehan (Rp) | Biaya Penyusutan (Rp) | Akumulasi Penyusutan (Rp) | Nilai Sisa Buku (Rp) |
1 | 250.000.000,- | 125.000.000,- | 125.000.000,- | 125.000.000,- |
2 | 250.000.000,- | 62.500.000,- | 187.500.000,- | 62.500.000,- |
3 | 50.000.000,- | 31.250.000,- | 218.750.000,- | 31.250.000,- |
4 | 250.000.000,- | 31.250.0000,- | 250.000.000,- | 0 |
Pada akhir masa manfaat (tahun ke-4) Nilai Sisa Buku disusutkan sekaligus.
Saat Penyusutan
Penyusutan dimulai pada tahun dilakukannya pengeluaran. Hal ini dikecualikan untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada tahun selesainya pengerjaan harta tersebut. Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Penyusutan dapat dilakukan pada saat tahun harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada tahun harta tersebut dimulai menghasilkan. Mulai menghasilkan tersebut dikaitkan dengan saat mulai berproduksi yang tidak dikaitkan dengan saat diterima atau diperolehnya penghasilan.
Sebagai contoh :
PT Ismu Tbk. yang bergerak dibidang perkebunan kopi membeli traktor pada tahun 1998. Perusahaan mulai menghasilkan tahun 2000, maka dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak Penyusutan dimulai tahun 2000.
Penghitungan Penyusutan Tahun 1995 atas Aktiva Tetap yang Diperoleh Sebelum Tahun 1995
PT. Abadi Jaya memiliki Aktiva Tetap berwujud berupa mesin yang diperolehnya sebelum tahun 1995 sebagai berikut :
No | Jenis harta | Tahun Perolehan | Masa Manfaat Max | Harga Perolehan (Rp) | Gol. |
1 | Mesin I | 1984 | 16 | 100.000.000,- | III |
2 | Mesin II | 1988 | 8 | 50.000.000,- | II |
3 | Mesin III | 1990 | 16 | 100.000.000,- | III |
4 | Mesin IV | 1991 | 8 | 50.000.000,- | II |
5 | Mesin V | 1993 | 16 | 100.000.000,- | III |
400.000.000,- |
Dengan telah dikeluarkannya SE-44/PJ.4/1995 tanggal 2 Oktober 1995 perihal penyusutan atau amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta yang masih dimiliki dan digunakan pad awal tahun pajak 1995, maka penghitungan penyusutan tahun 1995 sebagai berikut :
No | Jenis Harta | Tahun Perolehan | Masa Manfaat | GOL | Harga Pokok (Rp) | Tarif Semula | Penyusutan s.d. 1994 (Rp) | Nilai Sisa Buku Awal 1995 (Rp) | Kel. Awal Harta | ||
Max | Pemakaian (Tahun) | Sisa Awal 1995 (Tahun) | |||||||||
1 | Mesin I | 1984 | 16 | 11 | 5 | III | 100.000.000 | 10% | 68.618.940 | 31.381.060 | I |
2 | Mesin II | 1988 | 8 | 7 | 1 | II | 50.000.000 | 25% | 43.325.806 | 6.674.194 | - |
3 | Mesin III | 1990 | 16 | 5 | 11 | III | 100.000.000 | 10% | 40.951.000 | 59.049.000 | II |
4 | Mesin IV | 1991 | 8 | 4 | 4 | II | 50.000.000 | 25% | 34.179.688 | 15.820.312 | I |
5 | Mesin V | 1993 | 16 | 2 | 14 | III | 100.000.000 | 10% | 19.000.000 | 81.000.000 | III |
Catatan :
Mesin I Rp. 50.000.000,-
Harga perolehan
Penyusutan Tahun I = Rp.12.500.000
Penyusutan Tahun II = Rp. 9.375.000
Penyusutan Tahun III = Rp. 7.031.000
Penyusutan Tahun IV = Rp. 5.273.000
Rp. 34.179.688,-
Nilai Sisa Buku Awal 1995 Rp. 15.820.000,-
Penarikan Harta Bukan Bangunan
Aktiva Tetap perusahaan yang tidak terpakai lagi dapat ditarik dari pemakaian. Penarikan dapat dilakukan dengan menjual aktiva tetap tersebut. Dalam akuntansi komersial, terhadap aktiva tetap yang dijual nilai bukunya dihitung sampai dengan tanggal penjualan, sedangkan dalam ketentuan perpajakan Nilai Sisa Bukunya dihitung sampai dengan akhir tahun sebelum aktiva tetap tersebut dijual.
Ketentuan Pasal 11 ayat (8) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1994 bahwa apabila terjadi penjualan atau penarikan harta (Pasal 4 ayat (1) hurf d) atau penarikan harta karena sebab lainnya, maka nilai buku harta tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah harga jual atau penggantian asuransinya yang diterima atau diperoleh dibukukan sebagi penghasilan pada tahun terjadinya penarikan. Sehingga keuntungan atau kerugian karena pengalihan atau penarikan harta dikenakan pajak dalam tahun dilakukan pengalihan harta. Apabila harta tersebut dijual atau terbakar, maka penerimaan netto dari penjualan harta yaitu selisih antara harga penjualan dengan biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan penjualan, dan atau penggantian asuransinya dibukukan sebagai penghasilan. Dalam hal penggantian asuransi ternyata jumlah yang diterima baru dapat diketahui dengan pasti dimasa kemudian, maka wajib pajak dapat mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak agar jumlah sebesar kerugian dapat dibebankan dalam tahun penggantian asuransi tersebut. Namun demikian apabila terjadi pengalihan harta karena bantuan, sumbangan, hibah atau warisan (Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan 1994) berupa harta berwujud, maka jumlah sisa bukunya tidak boleh dibebankan sebagai kerugian oleh pihak yang mengalihkan.
Pengelompokkan Aktiva Tetap
Metode penyusutan yang dipilih mencakup semua harta bukan bangunan yang kemungkinan diperolehnya sebelum atau diperoleh sejak Tahun 1995 tidak diperkenankan menggunakan dua macam metode penyusutan untuk harta bukan bangunan.
Penyusutan aktiva tetap yang dimiliki sebelum awal Tahun Pajak 1995 dan masih digunakan untuk mendapatkan menagih dan memelihara penghasilan, secara fiskal masih mempunyai sisa masa manfaat penyusutan dilakukan berdasarkan Nilai Sisa Buku. Aktiva tetap yang tidak lagi digunakan untuk mendapatkan dan menagih serta memelihara penghasilan atua telah habis masa manfaatnya secara fiskal sejak tahun 1995 tidak dapat disusutkan, maka Nilai Sisa buku yang masih ada dibebankan seluruhnya sebagai biaya dalam tahun 1995.
Aktiva tetap perusahaan yang dibeli sebelum tahun 1995 perlu dikelompokkan berdasarkan sisa masa manfaat pada awal tahun 1995 dari masing-masing harta (tanpa perhatian jenisnya) sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-44/PJ.4/1995 tanggal 2 Oktober 1995 (diperbaharui dengan SE-49/PJ.4/1995 tanggal 31 Oktober 1995) tentang Penyusutan atau Amortisasi atas Pengeluaran untuk memperoleh harta yang masih dimiliki dan digunakan pada awal tahun 1995 sebagai berikut :
SISA MANFAAT | KELOMPOK |
2 sampai dengan 5 tahun | 1 |
7 sampai dengan 11 tahun | 2 |
Lebih dari 13 tahun | 3 |
Catatan :
- Apabila sisa manfaat tinggal 1 (satu) tahun, maka disusutkan sekaligus.
- Apabila sisa manfaat berada ditengah-tengah kelompok misalnya 6 (enam) tahun, maka dapat memilih masuk dalam kelompok 1 atau kelompok 2.
Untuk aktiva tetap diperoleh sejak tahun 1995 dan seterusnya akan dikelompokkan sesuai pasal 11 Undang-undang Pajak Penghasilan (perhatikan kelompok harta berwujud).
Ketentuan Lain
Penyimpangan dari ketentuan pasal 11 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan yang mengatur masalah penyusutan bahwa Menteri Keuangan selanjutnya mempunyai kewenangan mengatur tersendiri untuk penyusutan harta berwujud yang digunakan dalam usaha tertentu seperti pertambangan minyak dan gas bumi, serta perkebunan tanaman keras.
B. AMORTISASI
Pengertian
Seperti yang telah dilakukan pada aktiva tetap berwujud, bahwa nilai aktiva tetap tak berwujud harus juga dilakukan penyusutan yang disebut dengan amortisasi. Pengertian aktiva tak berwujud adalah aktiva lancar (Non Current Asset) dan tak berbentuk yang memberikan hak keekonomian dan hukum kepada pemiliknya dan dalam laporan keuangan tidak dicakup secara terpisah dalam klasifikasi aktiva yang lain (PSAK No.19). Termasuk dalam aktiva tak berwujud seperti Hak Paten, Hak Merek, GoodWill, Biaya Pendirian dan lain-lain.
Perlakuan akuntansi aktiva tak berwujud menyangkut masalah yang tidak berbeda dengan perlakukan akuntansi terhadap aktiva tetap, hanya kesulitan yang dihadapi dalam pemecahan masalah perlakuan akuntansi aktiva tak berwujud pada umumnya karena sifat aktiva yang tidak ada wujud fisik yang berakibat bukti keberadaan kabur termasuk kesulitan dalam penentuan nilai perolehan serta masa manfaat keekonomian.
Nilai aktiva tak berwujud pada akhirnya akan habis pada saat tertentu, sehingga harga perolehan aktiva tak berwujud harus diamortisasi secara sistematis selama taksiran masa manfaat dan tidak boleh melebihi 20 (dua puluh) tahun dengan dasar pemikiran atau pertimbangan bahwa periode tersebut sudah banyak perkembangan dan periode selebihnya tidak lagi mempunyai manfaat keekonomian. Namun perusahaan diharuskan mengevaluasi periode amortisasi aktiva tidak berwujud secara teratur untuk memutuskan apakah peristiwa dan kondisi selanjutnya menuntut perubahan taksiran masa manfaat yang telah ditentukan. Apabila ternyata berubah, maka jumlah harga perolehan yang belum diamortisasi harus dibebankan pada sisa manfaat yang baru asal tidak melebihi 20 (dua puluh) tahun dari tanggal perolehan. Metode yang digunakan dalam amortisasi aktiva tetap tak berwujud menurut akuntansi komersial pada umumnya menggunakan metode garis lurus yaitu dihitung dengan jalan mengalihkan persentase Amortisasi dengan Harga Perolehan aktiva tetap tak berwujud, kecuali jika ada metode lain yang lebih sesuai dengan kondisi perusahaan.
Amortisasi menurut Akuntansi Pajak mendasarkan pada Pasal 11A Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1994.
Dalam Pasal 11A menyebutkan bahwa amortisasi dilakukan terhadap pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan. Istilah yang digunakan dalam akuntansi pajak adalah harta tak berwujud tetapi mempunyai makna yang sama dengan aktiva tetap tak berwujud.
Metode Amortisasi
Metode yang digunakan dalam amortisasi aktiva tetap tak berwujud menurut akuntansi pajak:
1. Metode garis lurus, atau
2. Metode saldo menurun
Penggunaan metode amortisasi disyaratkan taat asas (konsisten).
Pengelompokkan Aktiva Tetap Tak Berwujud dan Tarif Amortisasi
Dalam menghitung amortisasi aktiva tetap tak berwujud terlebih dahulu harus dikelompokkan sesuai dengan masa manfaatnya. Untuk lebih jelasnya pengelompokkan masa manfaat dan tarif penyusutan terlihat sebagai berikut :
Kelompok harta tak berwujud | Masa manfaat | Tarif amortisasi | |
Garis lurus | Saldo menurun | ||
Kelompok 1 | 4 tahun | 25 % | 50 % |
Kelompok 2 | 8 tahun | 12,5 % | 25 % |
Kelompok 3 | 16 tahun | 6,25 % | 12,5 % |
Kelompok 4 | 20 tahun | 5 % | 10 % |
Penetapan masa manfaat dan tarif amortisasi diatas dimaksudkan untuk memberikan keseragaman dalam melakukan amortisasi. Metode yang digunakan sesuai dengan metode yang dipilih berdasarkan masa manfaat yang sebenarnya. Kemungkinan dapat terjadi bahwa masa manfaat aktiva tetap tak berwujud tidak tercantum pada kelompok masa manfaat, maka Wajib Pajak menggunakan masa manfaat terdekat. Sebagai contoh aktiva tetap tak berwujud masa manfaat sebenarnya 6 (enam) tahun, dapat menggunakan kelompok masa manfaat 4 (empat) tahun atau 8 (delapan) tahun. Demikianlah halnya apabila masa manfaat sebenarnya 5 (lima) tahun, maka menggunakan kelompok masa manfaat 4 (empat) tahun.
Contoh :
Untuk memperoleh hak paten perusahaan telah mengeluarkan uang per kas sebesar Rp 150.000.000,- Masa manfaat hak paten tersebut 4 (empat) tahun.
1. Penghitungan amortisasi setiap tahun dengan menggunakan Metode Garis Lurus :
25 % x Rp 150.000.000,- = Rp 37.500.000,-
25 % x Rp 150.000.000,- = Rp 37.500.000,-
2. Penghitungan amortisasi setiap tahun dengan menggunakan Metode Saldo Menurun:
50% x Rp 150.000.000,- = Rp 75.000.000,-
50% x Rp 150.000.000,- = Rp 75.000.000,-
Saat Amortisasi dan Amortisasi pada Akhir Masa Manfaat
Seperti halnya penyusutan, dalam hal amortisasi ini dilakukannya pada saat diperolehnya, sedangkan dalam akuntansi pajak bahwa amortisasi dilakukan pada saat tahun dilakukannya pengeluaran. Pada akhir masa manfaat aktiva tetap tak berwujud akan diamortisasi sekaligus.
Ketentuan Lain
Pada ketentuan lain ini mengatur masalah :
1. Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya pengeluaran modal suatu perusahaan dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran atau diamortisasi sesuai ketentuan yang berlaku
2. Amortisasi terhadap pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun di bidang penambangan minyak dan gas bumi dilakukan dengan menerapkan persentase tarif armotisasi yang besarnya setiap tahun sama dengan persentase perbandingan antara realisasi penambangan minyak dan gas bumi pada tahun yang bersangkutan dengan taksiran jumlah seluruh kandungan minyak dan gas bumi di lokasi tersebut diproduksi. Apabila ternyata jumlah produksi yang sebenarnya lebih kecil dari yang diperkirakan, sehingga masih terdapat sisa pengeluaran untuk memperoleh hak atau pengeluaran lain, maka atas sisa pengeluaran dapat dibebankan sekaligus dalam tahun pajak yang bersangkutan.
Contoh :
PT. DmZ mengeluarkan biaya untuk memperoleh hak penambangan minyak dan gas
bumi di suatu lokasi sebesar Rp 800.000.000,- . Taksiran jumlah kandungan minyak
sebesar 200.000.000 barel produksi sebenarnya 50.000.000 barel.
bumi di suatu lokasi sebesar Rp 800.000.000,- . Taksiran jumlah kandungan minyak
sebesar 200.000.000 barel produksi sebenarnya 50.000.000 barel.
a. Tarif amortisasi = (50.000.000/200.000.000) x 100 % = 25 %
Amortisasi tahun I = 25 % x Rp 800.000.000,-
= Rp 200.000.000,-
b. Produksi sebenarnya tahun ke II 75.000.000 barel
Tarif amortisasi = (75.000.000 / 200.000) x100 %
= 37,5 %
Tarif amortisasi Tahun II = 37,5% x Rp 800.000.000,-
= Rp 300.000.000,-
3. Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain minyak dan gas bumi, hak pengusahaan hutan dan hak penguasaan sumber alam serta hasil alam lainnya seperti hak pengusahaan hasil laut diamortisasi berdasarkan metode satuan produksi dengan jumlah setinggi-tingginya 20% (dua puluh persen) setahun.
Contoh :
Pengeluaran untuk memperoleh hak penguasaan hutan sebesar Rp 800.000.000,- Potensi hutan tersebut 10.000.000 ton kayu.
a. Produksi sebenarnya tahun I 1.000.000 ton
Tarif amortisasi = (1.000.000/10.000.000) x 100 % = 10 %
Amortisasi = 10 % x Rp 800.000.000,-
= Rp 80.000.000,-
b. Jika produksi sebenarnya tahun II sebesar 3.000.000 ton atau 30% potensi tersedia, maka amortisasi tahun tersebut = 20 % x Rp 800.000.000,-
= Rp 160.000.000,-
4. Amortisasi atas pengeluaran yang dilakukan operasi komersial yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun. Terhadap pengeluaran tersebut harus dikapitalisasi terlebih dahulu. Pengertian biaya-biaya yang dikeluarkan sebelum operasi komersial sebagai contoh adalah biaya studi kelayakan dan biaya produksi percobaan tetapi tidak termasuk biaya operasional rutin (gaji pegawai, rekening listrik, dsb). Biaya rutin ini akan dibebankan sekaigus pada tahun pengeluaran.
Pengalihan Hak Aktiva Tetap Tak Berwujud
Apabila terjadi pengalihan hak aktiva tetap tak berwujud seperti tersebut dalam pasal 11A ayat (1), ayat (4), ayat (5), nilai sisa buku harta atau hak-hak tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah yang diterima sebagai penggantian merupakan penghasilan pada tahun terjadinya pengalihan.
Kemungkinan terjadi pengalihan aktiva tetap tak berwujud yang memenuhi syarat pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b undang-undang No 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan undang-undang No. 10 tahn 1994, maka Nilai Sisa Buku Aktiva tersebut boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan.
Contoh :
PT dMz mengeluarkan biaya untuk memperoleh hak penambangan minyak dan gas bumi di suatu lokasi sebesar Rp 600.000.000,-. Taksiran kandungan minyak sebanyak 200.000.000 barel. Setelah produksi minyak dan gas bumi mencapai 100.000.000 barel, hak penambangan dijual kepada pihak lain seharga Rp 400.000.000,-.
Penghitungan penghasilan dan kerugian penjualan sebagai berikut:
Harga Perolehan Rp 600.000.000,-
Amortisasi yang dilakukan
100.000.000 | x 100% x Rp 600.000.00,- | Rp 300.000.000,- |
200.000.000 |
Nilai Sisa Buku Rp 300.000.000,-
Harga Jual Rp 400.000.000,-
Dengan demikian Nilai Sisa Buku sebesar Rp 300.000.000,- dibebankan sebagai kerugian dan Harga Jual sebesar Rp 400.000.000,- dibukukan sebagai penghasilan.
0 komentar:
Posting Komentar